Masa remaja adalah masa transisi antara masa
kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental
dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial
yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang
tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup
generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
Di negera-negara berkembang masa transisi ini
berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama ternyata
selalu lebih muda daripada usia ideal menikah (Kiragu, 1995:10, dikutip dari
Iskandar, 1997).
Pengaruh informasi global (paparan media
audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk
mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman
berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja
atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif
kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta
mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi,
karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan
reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan
pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatanreproduksi
yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak
ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus
dihadapi
remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual
(PMS),
ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi
dan
pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan
seksual, akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan
seksual
dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan
informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan
pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan
pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan
pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan
kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan
pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka
padarisiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3).
Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan
tidak sehat pada remaja justru adalah akibat
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu
untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses
reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua
dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan
fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah
(Iskandar, 1997).
Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman,
ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan
kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh (O’Keefe,
1997: 368-376).
Remaja yang tidak mempu-nyai tempat
tinggal
tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih sayang orang tua,
memiliki
lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa
kekuatiran
dan ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan,
pemerasan, penganiayaan serta tindak kekerasan lainnya, pelecehan
seksual dan
perkosaan (Kipke et al., 1997:360-367). Para remaja ini berisiko
terpapar
pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat,
minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar,
1997).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar