BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air memiliki arti penting bagi makhluk hidup untuk
menunjang aktifitas dan metabolisme tubuh mereka. Namun demikian apabila air
yang disediakan untuk kebutuhan sehari-hari tidak memenuhi syarat kualitas
sanitasi dan kebersihan diri yang dibutuhkan, tentu saja akan membawa dampak
yang merugikan bagi Manusia dan
Lingkungan. Ketidakcukupan kualitas, kuantitas dan
aksessibilitas terhadap air bersih serta kurang memadainya fasilitas sanitasi
yang mendukung dan rendahnya pengetahuan dan perilaku hygiene di dalam
masyarakat, dapat berdampak langsung bagi kesehatan bahkan menimbulkan
kematian, di antaranya membuka peluang munculnya penyakit bawaan air
(waterborne diseases) seperti diare, kolera, typus, dan parathypus, demam berdarah, Malaria,
dan Scabies.
Penting untuk kita ketahui, penyakit yang berhubungan dengan kurangnya
ketersediaan air bersih, sanitasi dan hygiene (perilaku hidup sehat) merupakan
penyakit yang paling sering berulang
dan juga merupakan penyebab kematian terbesar di dunia
yang menyebabkan lebih dari 3 juta orang meninggal pada tiap tahunnya, yang
umumnya adalah anak-anak.
Kalau kita lihat statistik dunia, saat ini hampir sekitar 1,1 miliar
peduduk dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih dan 2,4 miliar tidak
memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar yang layak. Sebagai dampaknya,
lebih kurang 2 juta orang meninggal setiap tahun karena diare, yang umumnya
adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Tingkat insiden kolera juga meningkat di mana lebih dari
3 juta orang terinfeksi setiap tahunnya dan menyebabkan kematian lebih dari 100
ribu orang serta lebih dari 1,4 miliar lainnya beresiko terkena infeksi. Dan lebih mirisnya lagi, lebih
dari 8 ribu anak meninggal setiap hari (1 anak/10 detik) karena penyakit yang
di sebabkan oleh buruknya kualitas dan penyediaan ke air bersih, sanitasi dan hygiene.
Indonesia sendiri merupakan negeri kaya air juga tidak
luput dari persoalan air bersih. berdasarkan data Survey (SUSENAS) 2010, baru 44,19% masyarakat Indonesia yang memiliki akses terhadap
air bersih dan 55,54% yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar.
Situasi ini tidak jauh berbeda dengan di Aceh. Menurut
data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, 51,21% masyarakat mempunyai akses air minum yang layak,
sementara yang memiliki akses kepada air minum yang layak dan berkelanjutan sesuai dengan definisi Millennium
Development Goals (MDGs) hanya 31,14% dan 52,49% masyarakat sudah memiliki fasilitas
sanitasi dasar yang sesuai dan layak.
Berdasarkan data tersebut, berarti masih ada lebih dari
2 juta masyarakat Aceh yang mengkonsumsi air yang tidak layak dan aman serta
tidak memilki fasilitas sanitasi dasar; di samping adanya ketimpangan antara
cakupan di perkotaan dan pedesaan. Kondisi ini tidak bisa dipungkiri merupakan satu
faktor yang berkontribusi terhadap terpuruknya status kesehatan masyarakat di Aceh,
sehingga menjadi salah satu daerah dari sembilan provinsi di Indonesia yang masih berstatus kesehatan
buruk. Hal ini terlihat dari mewabahnya penyakit menular yang berkaitan dengan
air bersih, sanitasi dan higiene seperti malaria, diare, kolera, campak, demam
berdarah dengue (DBD), serta infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Aceh. Penyakit diare,
misalnya, menurut data profil kesehatan Aceh, ada 256,386 kasus diare sepanjang
2010 dan hanya 85,970 kasus (31%) yang ditangani oleh kader dan tenaga
kesehatan. Dan Dinas kesehatan juga mencatat 32,667 kasus klinis malaria
meningkat tajam dari tahun 2009 (29,665 kasus). Menurut data riskesdas 2010
angka kesakitan malaria (API) Aceh sebesar 2,7% juga di atas rata-rata nasional
yaitu 2,4%.
Dari berbagai referensi, permasalahan dengan air bersih
dan sanitasi penyakit bawaannya, baik di tingkat global, nasional maupun Aceh
sendiri umumnya di latar belakangi oleh penyebab yang sama, di antaranya Kurangnya
perhatian untuk sektor air dan sanitasi, kurangnya sumber daya finansial,
kurangnya keberlanjutan pelayanan suplai air bersih dan sanitasi, rendahnya
perilaku hidup bersih, serta tidak memadainya fasilitas sanitasi di tempat-tempat umum.
Aceh Barat, salah satu wilayah yang terkena
dampak tsunami yang paling hebat. Setelah hampir dua tahun sejak peristiwa
gempa dan tsunami pada akhir tahun 2004 lalu, proses rekonstruksi dan
rehabilitasi khususnya di Aceh Barat masih terkesan lamban dan menyisakan
beberapa masalah, karena sebagian rumah tidak dilengkapi dengan fasilitas air
bersih, koneksi listrik, bahkan tidak ada septic tank. Persoalan-persoalan kebersihan, penyediaan air
bersih, dan kesehatan masih menjadi persoalan besar. misalnya distribusi air
bersih yang disediakan oleh PDAM Meulaboh hanya mampu memenuhi 25% dari
kebutuhan masyarakat di Kecamatan Johan Pahlawan saja. Padahal, masih terdapat
tiga kecamatan yang kualitas air sumurnya sangat buruk. Keluhan terhadap air
bersih muncul di antaranya suplay yang di berikan PDAM tidak memadai seperti
terjadi di komplek perumahan Relokasi IOM desa blang berandang, masyarakat
mengeluhkan air dari PDAM hanya dua kali dalam seminggu sehingga masyarakat
harus membuat sumur bor, sumur galian bahkan membeli air
bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, berdasarkan survey awal yang di
lakukan peneliti bahwa sejumlah masyarakat di komplek tersebut membangun sumur
galian seadanya dimana terlihat jarak antara septic tank hanya 5 meter dari
sumur sehingga di ragukan kualitas nya dan kandungan zat di dalam sumur galian
tersebut, selain warna air yang kuning juga kualitas tanah yang gambut di
karenakan dasar tempat pembangunan adalah hutan yang kemudian di jadikan lahan
pertanian dan perumahan. Hasil wawancara dengan masyarakat setempat bahwa ada masyarakat yang terkadang mengkomsumsi air sumur untuk di minum selain untuk menyuci.
Di antara beberapa literature menuliskan
ciri air tercemar diantaranya (Djajadiningrat,1992), menyatakan
bahwa badan air yang tercemar ditandai dengan air yang berwarna dan keruh, berbau, mengandung bahan organik tinggi, kadar oksigen terlarut rendah sehingga air tidak lagi dapat
dipergunakan sebagai bahan baku air minum.
Melihat
pentingnya permasalahan air di Perumahan IOM Meulaboh
sebagaimana yang dijelaskan diatas, maka
penulis tertarik mengadakan penelitian tentang kualitas
bakteriologis air dan kualitas
Fisik sumur gali di Perumahan
IOM Desa Blang Berandang Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun
2012.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasakan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah
Bagaimana kualitas bakteriologis air dan kontruksi sumur gali di Perumahan IOM Desa Blang Berandang Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat tahun 2012.
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran
kualitas bakteriologis air dan kontruksi sumur gali di Perumahan IOM Desa Blang Berandang Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2012.
1.3.1 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Kualitas Bakteriologis
air sumur berdasarkan kadar MPN Coliform di Perumahan IOM Desa Blang Berandang Kecamatan Johan Pahlawan tahun 2012
b. Untuk mengetahui Kualitas Fisik sumur berdasarkan
pada Perumahan IOM Desa Blang Berandang Kecamatan Johan Pahlawan tahun 2012.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat
yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Aceh Barat tentang kualitas air sumur di Komplek Perumahan IOM Desa Blang Berandang
Kecamatan Johan Pahlawan sehingga dapat diambil kebijakan dan langkah strategis.
2. Memberikan masukan bagi pengguna air sumur di
Perumahan IOM Desa Blang Berandang Kecamatan Johan
Pahlawan, untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya dampak negatif dari
penggunaan air sumur yang belum terjamin kualitasnya
3. Menjadi referensi dan menambah pengetahuan terhadap masalah yang
diteliti serta meningkatkan profesionalisme penulis dalam melakukan penelitian
di bidang kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Air
Air merupakan sumber
daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak bahkan oleh semua
makhluk hidup. Oleh karena itu,sumber daya air harus dilindungi agar tetap
dapat dimampaatkan dengan baik oleh manusia
serta mahkluk hidup lainnya. Pemampaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan
pelestarian sumber daya air harus
ditanamkan pada segenap
pengguna air (Effendi, 2003).
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Qamar ayat 12
sebagai berikut :
Terjemahan : ”Dan
kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, Maka bertemu- lah air-air itu
untuk suatu urusan yang sungguh Telah ditetapkan”
Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan terutama
penyakit saluran pencernaan. Oleh sebab itu, upaya penyedian air bersih baik
dari segi kualitas maupun kuantitas
perlu dilakukan sehingga berbagai yang dapat ditularkan melalui media air dapat diminimalisasi
(Sutrisno, 2004).
Dewasa ini, air merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang
seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar
tertentu menjadi barang yang mahal karena aspek pencemaran oleh berbagai macam
limbah dari proses industri dan kegiatan
manusia yang berupa limbah rumah tangga,
limbah industri dan limbah dari kegiatan-kegiatan lainnya.
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kebutuhan manusia di bumi sebagai air
minum, mandi, mencuci , pengairan pada pertanian, perikanan, sanitasi dan
sarana transportasi. Manfaat ini merupakan manfaat air secara konvensional. Selain secara konvensional
, air juga merupakan sebagai sarana peningkatan kualitas hidup manusia yaitu
untuk menunjang kegiatan industri dan teknologi (Wardhana, 2001).
Upaya pengadaan air bersih bagi masyarakat merupakan salah satu aspek
penentu keberhasilan dari program penyediaan air bersih, namun upaya penyediaan
air bersih harus ditunjang dengan aspek yang berhubungan dengan penyediaan air
bersih yang mencakup siklus hidrologi, sumber air, dan standar kualitas air
bersih.
2.2. Siklus
Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang menelaah tentang masalah-masalah teknis keairan,
berkenaan dengan persediaan dan peredaran atau sirkulasinya.
Siklus hidrologi
dimulai dari air yang menguap akibat panas matahari. Penguapan ini terjadi pada
permukaan, air yang berada dalam lapisan tanah bagian atas (Evaporsi), air yang berada dalam tumbuhan (Transpirasi), hewan dan manusia (Transpirasi
dan respirasi). Uap air memasuki atmosfir. Di dalam atmosfir uap akan
menjadi awan dan dalam kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah
menjadi tetesan-tetesan air dan jatuh kembali kepermukaan ada yang meresap kedalam tanah (perkolasi)
dan menjadi air tanah yang dangkal maupun yang dalam, ada yang diserap oleh
tumbuhan. Air tanah dalam akan timbul ke permukaan sebagai mata air dan menjadi
permukaan. Air permukaan bersama-sama dengan air tanah dangkal dan air yang
berada dalam tubuh akan menguap kembali untuk menjadi awan. Maka siklus
hidrologi ini akan kembali berulang (Slamet, 1994).
2.3. Sumber-sumber
Air
Sumber-sumber air merupakan salah satu komponen utama yang mutlak ada pada
sistem penyediaan air bersih karena tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan
air bersih tidak akan berfungsi.
Dari berbagai perestiwa yang berlangsung dalam siklus hidrologi terjadilah
berbagai sumber air (Sanrompie et.al, 1984)
2.3.1. Air
hujan
Air hujan merupakan uap air yang
sudah terkondensasi dan jatuh ke bumi. Air hujan jatuh ke bumi tidak selalu
berupa zat cair tapi mungkin juga sebagai zat padat. Air hujan bersumber dari
air yang ada di angkasa sebagai uap air atau dalam bentuk awan yang berasal
dari evaporsi air laut, air permukaan atau es yang ada di kutub.
2.3.2
Air
permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan bumi baik dalam bentuk
cair maupun dalam bentuk padat. Air permukaan dapat bersumber dari air hujan ,
air tanah yang mengalir keluar permukaan bumi melalui sungai, danau, dan laut
serta air yang berasal dari buangan
aktivitas manusia.
2.3.3
Air
tanah
Air tanah adalah air hujan atau air hujan yang meresap kedalam tanah dan
bergabung membentuk lapisan air tanah
yang disebut “aquifer” air tanah bersumber dari air hujan yang masuk
kedalam tanah melalui pori-pori air yang tersimpan sejak lama didalam tanah
yang berupa air tanah dangkal, air tanah dalam, mata air (mata air gravitasi
dan mata air artesis).
Menurut Sutrisno (2004), sumber-sumber
air dibumi terdiri atas empat yaitu :
a. Air
laut
b. Air
atmosfir, air metereologik
c. Air
permukaan
d. Air
tanah
Terbagi atas air tanah
dangkal, air tanah dalam dan mata air. Air tanah dangkal terjadi karena
adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Pada air tanah dalam, dari segi kualitas pada umumnya
lebih baik dari air tanah dangkal karena penyaringannya lebih sempurna dan
bebas dari bakteri. Mata air merupakan air tanah yang keluar dengan sendirinya
ke permukaan tanah yang berasal dari air
tanah dalam dan hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan
keadaan air tanah dalam.
2.4. Pemukiman
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992).
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau hunian yang di lengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu
kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan
sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman
berfungsi sebagaimana mestinya.
Perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang
dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan
pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi
pada lokasi, bagunan, kualifikasi, adaptasi, penggunaan dan pemeliharaan rumah
dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut memiliki
penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan
makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya (Komisi WHO
Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
2.4.1 Syarat Kesehatan Perumahan Dan lingkungan
Pemukiman
Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan
perumahan,
pemukiman dan
persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan perumahan
berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992).
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi
parameter sebagai berikut :
2.4.1.1 Lokasi
a)
Tidak terletak pada daerah
rawan bencana alam.
b)
Tidak terletak pada daerah
bekas tempat pembuangan akhir (TPA)
2.4.1.2 Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari
gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
a.
Gas H2S dan NH3 secara biologis
tidak terdeteksi;
b.
Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
c.
Debu maksimum 350 mm3 /m2 per
hari.
d.
Kebisingan dan getaran
e.
Kebisingan dianjurkan 45 dB.A,
maksimum 55 dB.A;
f.
Tingkat getaran maksimum 10
mm/detik .
2.4.1.3 Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan
Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b. Kandungan
Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan
Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d. Kandungan
Benzopyrene maksimum 1 mg/kg
2.4.1.4 Prasarana dan sarana lingkungan
Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan;
a.
Memiliki sarana drainase yang
tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
b.
Memiliki sarana jalan
lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan,
jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan, jalan tidak
menyilaukan mata;
c.
Tersedia cukup air bersih
sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan;
d.
Pengelolaan pembuangan tinja
dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan;
e.
Pengelolaan pembuangan sampah
rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan;
f.
Memiliki akses terhadap sarana dan prasarana Umum.
g.
Pengaturan instalasi listrik
harus menjamin keamanan penghuninya;
h.
Tempat pengelolaan makanan
(TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan
keracunan.
2.5
Sarana Air Minum
Dalam memenuhi air minum sehari-hari diperlukan air minum yang sesuai
dengan keadaan, kebutuhan dan peruntukannya. Pengadan sarana air minum di
dasarkan pada
tujuan penyediaan air minum. Menurut Wagner dan J.N. Lanoix bahwa tujuan
penyediaan air minum adalah :
a. Menyediakan air yang aman dan menyehatkan kepada para
pemakai apakah merupakan keluarga, sekelompok keluarga ataupun masyarakat.
b. Menyediakan
air dalam jumlah yang cukup
c. Menyediakan
air yang siap digunakan secara sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM
dan PLP tahun 1995 dalam ” Pelatihan penyediaan Air ” bahwa sarana air minum
yang lazim digunakan masyarakat adalah :
2.5.1
Sumur
gali
Sumur gali merupakan
sarana penyediaan air minum yang tradisional yang banyak dijumpai di masyarakat
pada umumnya. Sumur gali
menampung air tanah yang dangkalnya kurang dari 7 meter.
2.5.2
Sumur
pompa
Sumur pompa merupakan
sarana penyediaan air minum yang mempergunakan pompa baik pompa tangan maupun
pompa listrik untuk menaikkan air dari
lubang sumur. Untuk sumur pompa tangan berdasarkan kedalam muka air tanah di
isapnya terdapat tiga jenis sumur pompa tangan yaitu :
a)
Sumur Pompa Tangan
Dalam
Sumur pompa dalam merupakan
lubang sumuran yang dilengkapi dengan pompa tangan yang bisa mengangkat air
dengan kedalaman 15 meter sampi 30 meter. Hal ini sudah didesain sesuai dengan
peruntukan kedalaman tersebut.
b)
Sumur Pompa Tangan
Dangkal
Sumur pompa tangan
dangkal merupakan sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang bisa
menaikkan air dari kedalaman 7 meter
atau kurang. Pompa tangan
dapat di pasang pada sumur gali, atau membuat lubang sumuran dengan jalan
pemboran.
c)
Sumur Pompa Tangan
Sedang
Sumur pompa tangan
sedang merupakan sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang bisa mengisap air dengan kedalaman lebih
dari 7 meter sampai 15 meter.
2.5.3
Sumur
Pompa Listrik
Pada prinsipnya cara
pembuatan dan cara kerja sumur pompa listrik sama dengan sumur pompa tangan,
bedanya sumur pompa listrik menggunakan tenaga listrik sedangkan sumur pompa
tangan menggunakan tenaga manusia.
2.5.4
Penampungan
Air Hujan
Penampungan air hujan
merupakan sarana penampungan air hujan sebagai persediaan kebutuhan air minum pada musim kemarau. Selama musim hujan,
kebutuhan air minum sehari-hari diharapkan mempergunakan alat penampungan air hujan yang lain. Kontruksi penampungan air hujan bisa terbuat dari beton,
pasangan bata dan plesteran.
2.5.5
Perlindungan
Mata Air
Perlindungan mata air merupakan suatu bangunan
untuk menampung air dan melindungi sumber air dari pencemar. Bentuk dan volume
perlindungan mata air disesuaikan dengan tata letak, situasi sumber, dekat air
dan kapasitas air yang dibutuhkan.
2.5.6
Perpipaan
Perpipaan merupakan
sistem penyediaan sarana air minum dengan mempergunakan jaringan pipa. Ditinjau
dari asal air yang di alirkan terdapat tiga sumber, yaitu :
a) Mata
air
b) Air
tanah melalui pemboran atau dikenal dengan air artesis.
c) Air
permukaan yang terlebih dahulu dilakukan proses pengolahan
2.6
Bakteriologis
dalam Air
Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator
sanitasi adalah E coli karena bakteri ini adalah bakteri komensal pada usus
manusia dan umumnya bukan patogen penyebab penyakit. E coli adalah bakteri
gram negatif berbentuk batang yang tidak membentuk spora dan merupakan flora
normal di usus. Meskipun demikian, beberapa jenis E coli dapat bersifat
patogen, yaitu serotype serotipe yang masuk dalam golongan E coli Enteropatogenik, E coli Enteroinvasif,
E coli Enterotoksigenik, dan E coli Enterohemoragik Jadi, adanya E coli dalam
air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi kotoran
manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air
minum mensyaratkan E coli harus absen dalam 100 ml. Karena uji E coli yang
kompleks, maka beberapa standar, misalnya Standar Nasional Indonesia (SNI)
untuk air minum, mensyaratkan uji coliform dan bukannya uji E coli.
2.6.1 Bakteri
Coliform
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup
dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator
keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform
fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan
coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti
berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Bakteri coliform
merupakan parameter mikrobiologis terpenting bagi kualitas air minum. Kelompok
bakteri coliform, antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan
Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri di dalam air minum itu menunjukkan
tingkat sanitasi rendah. Keberadaan bakteri ini juga menunjukkan adanya bakteri
patogen lain, misalnya, Shigella, yang menyebabkan diare hingga muntaber.
Bakteri coliform timbul karena buangan kotoran manusia dan laundry
dari rumah tangga yang merembes dari sungai-sungai dan juga disebabkan
oleh pencemaran mata air atau air baku, lemahnya sistem filterisasi. Oleh karena
itu, air minum harus bebas dari semua jenis coliform. Semakin tinggi tingkat
kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran
bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan.
E. coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat
membahayakan kesehatan. Menurut Pelczar & Chan (2008) walaupun E. coli
merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti
bahwa galur galur tertentu mampu menyebabkan gastroeritris taraf sedang hingga
parah pada manusia dan hewan.
Bakteri coliform ini menghasilkan zat ethionine yang pada penelitian menyebabkan
kanker. Bakteri-bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun
seperti Indole, skatole yang dapat menimbulkan penyakit bila berlebih didalam
tubuh. E. coli dapat menyebabkan diare dengan metode 1) produksi enterotoksin
yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kehilangan cairan dan 2) invasi yang
sebenarnya lapisan epitelium dinding usus yang menyebabkan peradangan
dan kehilangan cairan.
Bakteri
jenis ini sudah sangat dikenal Sanitarian dan Rekan kesehatan masyarakat. Berikut sekilas
informasi terkait bakteri indikator pencemaran tinja itu. Istilah coliform
ditujukan kepada sekelompok bakteri bercirikan, berbentuk batang pendek
gram-negatif, membentuk rantai, tidak berspora, aerobik atau anaerobik
fakultatif, memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas (CO2 dan H2)
dalam 48 jam, 350C. Kelompok ini mampu hidup di air, tanah, atau
padi-padian. Beberapa masuk kelompok ini, antara lain : Escherichia
coli, Enterobacter aerogenes, Serratia marcescens.
2.6.2 Bakteri Escherichia coli
Escherichia
coli awalnya diisolasi dari tinja bayi oleh
Escherich tahun 1885 (Suriawiria,1993). E. coli adalah indikator
menentukan air telah terkontaminasi tinja karena bakteri ini hanya dan selalu
terdapat dalam tinja. Adanya E. coli dalam air minum menunjukkan
pencemaran oleh tinja manusia/hewan berdarah panas. Jika dalam sample air
terdapat E. coli, berpeluang terkandung bakteri pathogen.
Bakteri yang paling
banyak digunakan sebagai indikator sanitasi adalah E coli karena bakteri ini
adalah bakteri komensal pada usus manusia dan umumnya bukan patogen penyebab
penyakit. E coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang tidak
membentuk spora dan merupakan flora normal di usus. Meskipun demikian, beberapa
jenis E coli dapat bersifat patogen, yaitu serotipe-serotipe yang masuk dalam
golongan E coli Enteropatogenik, E
coli Enteroinvasif, E coli Enterotoksigenik, dan E coli Enterohemoragik Jadi, adanya E coli
dalam air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi kotoran
manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air
minum mensyaratkan E coli harus absen dalam 100 ml.
2.7
Standar Kualitas Air
Kualitas air adalah
sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat atau energi atau komponen-komponen
dalam air yang dapat dilihat atau diukur dengan berbagai parameter baik fisik,
kimia, bakteriologi maupun radioaktifitas (Falwati, 2003).
Menurut peraturan pemerintah RI. Tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran Air, kualitas air
didefenisikan sebagai sifat air dan
kandungan makhluk hidup atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dengan
beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut
dan sebagainya), dan parmeter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan
sebagainya) (Effendi, 2003).
Pada dasarnya perubahan kualitas air di alam ini terjadi dalam dua cara
yaitu berlangsug secara alamiah dan sebagai akibat kegiatan manusia (Daud,
2004).
Penurunan
kualitas air mengindikasikan bahwa air tersebut telah tercemar oleh suatu
makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain baik masuk dengan sendirinya atau
dimasukkan ke dalam air yang disebabkan
oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya
(Effendi,2003).
Perubahan kualitas secara alamia
terjadi sejalan dengan berlangsungnya
daur hidrolgis di alam. Sebelum jatuh ke bumi, air hujan mempunyai
kualitas sebagai air suling (aquadest)
sebagai hasil penguapan dengan bantuan energi matahari. Di atas permukaan dan
di dalam lapisan tanah kualitas air akan berubah menurut keadaan/kondisi tanah
yang dilaluinya.
Perubahan kualitas air akibat kegiatan manusia seperti pemakaian detergen untuk menggantikan
sabun yang menghasilkan pencemaran baru baik sebagai pembuangan langsung dari pabriknya maupun muncul dalam air limbah konsumen yang
menggunakan produk tersebut. Disamping itu buangan irigasi banyak mengandung
unsur-unsur yang dapat menimbulkan pertumbuhan algae secara sangat pesat yang
juga dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan pertanian.
Terjadi perubahan kualitas air sebagai akibat kegiatan manusia dapat
ditujukkan pada indikator atau tanda-tanda perubahan dari air yang telah
tercemar tersebut melalui (Wardhana, 2001).
a) Adanya perubahan suhu
b) Adanya perubahan pH
c) Adanya perubahan warna, bau dan rasa air
d) Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut dalam air
e) Adanya mikroorganisme
f) Meningkatnya radioaktivitas lingkungan
Untuk
kepentingan masyarakat sehari-hari, persediaan air harus memenuhi standar
serta membahayakan kesehatan manusia. Dasar hukum penyehatan air ini
mengacu pada :
1.
Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
2.
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Jika
menyangkut persyaratan kualitas air baku air minum, maka dasar hukum yang
dipergunakan adalah Permenkes tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas
Air. Di dalam peraturan tersebut (Mulia, 2005) dimuat persyaratan air Bersih
dapat ditinjau dari beberapa parameter, yaitu;
2.7.1 Parameter fisika : Parameter fisika meliputi bau,
kekeruhan, rasa, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut.
a)
Tidak Berbau : Air yang berbau dapat disebabkan proses penguraian bahan organik
yang terdapat di dalam air.
b)
Jernih : Air keruh adalah air mengandung partikel padat tersuspensi yang
dapat berupa zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Disamping itu air yang
keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba patogen dapat terlindung oleh partikel
tersebut (Slamet, 2007).
c)
Tidak Berasa : Air yang tidak tawar mengindikasikan adanya zat-zat tertentu di
dalam air tersebut.
d)
Suhu : Air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok
dengan udara sekitar (udara ambien). Di Indonesia, suhu air minum idealnya ± 3
ºC dari suhu udara di atas atau di bawah suhu udara berarti mengandung zat-zat
tertentu (misalnya fenol yang terlarut) atau sedang terjadi proses biokimia
yang mengeluarkan atau menyerap energi air (Kusnaedi, 2002).
e)
TDS : Total Dissolved Solid/TDS, adalah bahan-bahan terlarut
(diameter < 10 -6 -10 -3 mm) yang berupa
senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain (Effendi, 2002). Bila TDS bertambah
maka kesadahan akan naik. Kesadahan mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada
sistem perpipaan.
2.7.2 Parameter Kimia : Parameter kimiawi di kelompokkan
menjadi kimia organik dan kimia anorganik.
1.
Zat kimia anorganik dapat
berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH).
2.
Zat kimia organik dapat berupa insektisida
dan herbisida, volatile organis chemicals (zat kimia organik mudak
menguap) zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat pengikat Oksigen.
Sumber
logam pada air dapat berasal dari Kegiatan Industri, pertambangan ataupun
proses pelapukan secara alamiah, atau karena korosi dari pipa penyalur air.
Bahan kimia organik dalam air minum dapat dibedakan menjadi 3 kategori.
Kategori 1 adalah bahan kimia yang mungkin bersifat carcinogen bagi
manusia. Kategori 2 bahan kimia yang tidak bersifat carcinogen bagi
manusia. Kategori 3 adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit kronis
tanpa ada fakta carcinogen.
2.7.3 Parameter
Mikrobiologi : Indikator organisme yang dipakai
sebagai parameter mikrobiologi digunakan bakteri koliform (indicator
organism). Secara loboratoris total coliform digunakan sebagai
indikator adanya pencemaran
air bersih oleh tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Sedangkan fecal
coliform (koliform tinja) digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air
bersih oleh tinja manusia atau hewan. Parameter mikrobiologi tersebut dipakai
sebagai parameter untuk mencegah mikroba patogen dalam air minum.
Berdasarkan
jumlah bakteri koliform yang terkandung dalam 100 cc sampel air (Most
Probability Number/MPN),
kondisi air dibagi kedalam beberapa golongan sebagai berikut (Chandra, 2007) :
1.
Air tanpa pengotoran ; mata air
(artesis) bebas dari kontaminasi bakteri koliform dan patogen atau zat kimia
beracun.
2.
Air yang sudah mengalami proses
desinfeksi ; MPN < 50/100 cc
3.
Air dengan penjernihan lengkap;
MPN < 5000/100 cc
4.
Air dengan penjernihan tidak
lengkap; MPN > 5000/100 cc
5.
Air dengan penjernihan khusus (water
purification); MPN > 250.000/100 cc
6.
MPN mewakili Most Probable
Number, yaitu jumlah terkaan terdekat dari bakteri koliform dalam 100 cc
air.
2.7.4 Parameter
Radioaktivitas : Zat radioaktivitas dapat
menimbulkan efek kerusakan sel. Kerusakan tersebut dapat berupa kematian dan
perubahan komposisi genetik. Sel yang mati dapat tergantikan asalkan belum
seluruh sel mati, sedangkan perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit
seperti kanker atau mutasi sel.
2.8
Sumur Gali (SGL)
2.8.1 Pengertian
Sumur gali adalah salah satu sumur penyedian air bersih dengan hanya
menggali tanah sampai mendapat lapisan air dengan kedalaman tertentu yang
terdiri dari bibir sumur, dinding sumur, lantai sumur, salinan air limbah dan
dilengkapi dengan timbah dengan gulungan
atau pompa (Depkes R.I. 1996).
2.8.2 Jenis
Sumur Gali
Sumur gali dapat dibedakan menurut cara membangunnya yaitu :
a) Sumur gali permanen adalah sumur gali yang dibangun dengan pasangan batu permanen
sebagai sumur air bersih atau air minum
yang memenuhi syarat.
b) Sumur gali semi permanen adalah sumur gali yang dibangun
dengan sebagian pasangan batu, kontruksi sumur gali ini sebagian besar tidak
memenuhi syarat.
2.8.3 Syarat
Sumur Gali
Menurut Sutrisno (2004), dalam rangka mencegah terkontaminasinya sumber air
dangkal yang dibuat yaitu sumur maka beberapa hal yang perlu diketahui dalam
pembuatan sumur adalah sebagai berikut :
a) Sumur harus diberi tembok rapat air 3 meter dari muka
tanah agar pengotoran oleh air permukaan dapat
dihindarkan.
b) Sekeliling sumur harus diberi lantai rapat air sebesar
1-1,5 meter untuk mencegah terjadinya pengotoran dari luar.
c) Pada lantai (sekelilingnya) harus diberi saluran
pembuangan air kotor agar air kotor tidak dapat tersalurkan dan tidak mengotori
sumur.
d) Pengambilan air sebaiknya dengan pipa kemudian air
dipompa keluar.
e) Pada bibir sumur hendaknya diberi tembok pengaman
setinggi 1 meter.
Sumur
Gali yang baik harus memenuhi syarat :
2.8.3.1
Syarat
Lokasi
a) Jauhnya tidak kurang dari 11 meter dan letaknya
diusahakan tidak dibenarkan di rumah tempat-tempat seperti kakus, lubang galian
untuk sampah, lubang galian untuk air kotor dan sebagainya.
b) Adanya air dalam tanah.
c) Sangat baik jika berdekatan dengan waduk akan tetapi
tidak kurang dari 10 meter jauhnya.
d) Bebas dari lokasi banjir
2.8.3.1
Syarat Kontruksi
i.
Kedudukan
sumur sebaiknya mencapai lapisan tanah yang mengandung air yang cukup banyak
walaupun pada musim kemarau.
ii.
Dinding
sumur
(1)
Dinding
sumur dibuat sampai lapisan tamah yang
mengandung air untuk menjaga supaya tanah tidak longsor, tetapi air masih
dapat masuk kedalam sumur.
(2)
Harus
dibuat rapat air sekurang-kurangnya 3
meter dalamnya dari permukaan tanah.
iii.
Bibir
sumur harus rapat air sekurang-kurangnya 70 cm dari permukaan tanah dari
sekeliling semen.
iv.
Lantai
semen
(1)
Sekurang-kurangnya
diameter dibuat 1 meter jumlahnya dari dinding semen.
(2)
Ditinggikan
20 cm diatas permukaan tanah
(3)
Agak
miring (1%).
(4)
Bentuk
bulat atau segi empat.
v.
Permukaan
tanah disesuaikan bangunan sumur dibuat miring untuk memudahkan mengambil air.
vi.
Saluran
pembuangan air limbah dan pembuangan sumur bair bersih belum dapat ditentukan
sempurnah. Apabila sumur air tersebut belum dilengkapi dengan semen/saluran
pembuangan air limbah yang berfungsi dengan baik.
vii.
Pagar
sumur diberi kerikil agar tidak keruh.
viii.
Gunakan
timbah khusus untuk pengambilan air dan timba tidak boleh diletakkan diatas
sumur, cucilah terlebih dahulu apabila kotor sebelum menimbah air. Sumur
sebaiknya dilengkapi dengan bak/ember untuk menampung air.
ix.
Sebaiknya
sumur memiliki penutup.
Sumur Gali adalah salah satu
sumber air bersih yang mempunyai resiko pencemaran yang sangat tinggi, hal ini
disebabkan karena lokasinya yang memungkinkan
terjadinya pencemaran yang disamping pemeliharaan dari masyarakat yang
menggunakannya. Di Indonesia sumur gali merupakan sarana air bersih yang banyak digunakan
masyarakat di daerah pedesaan, selain biayanya lebih murah jika dibanding
dengan sumur yang lain sebagian besar materialnya tersedia.
2.9
Dasar Variabel
Penelitian
Salah satu penyediaan air bersih dimasyarakat adalah sumur gali yang
merupakan sumur penyediaan air bersih tradisional yang banyak dijumpai
dimasyarakat pada umumnya. Cara pembuatannya sederhana dengan menggali tanah
menggerakkan pacul atau linggis dan dikerjakan secara manual.
Dari segi kesehatan sumur gali dapat menjadi sumber penyakit apabila
pembuatanya tidak memperhatikan beberapa aspek seperti kontruksi sumur dan
peletakannya. Disamping perilaku masyarakat yang menggunakan sumur gali
tersebut.
Salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit melalui air dengan
menjaga kualitas air baik secara fisik, kimia, dan bakteorologis dari air yang
oleh masyarakat, sehingga kejadian penyakit melalui air dapat dicegah.
Pada penelitian ini, aspek kajian yang perlu mendapat perhatian adalah
konstruksi SGL terhadap kualitas bakteriologis air yang dihasilkan SGL.
2.9.1 Kualitas bakteriologis air SGL
Kualitas bakteriologis air ditunjukkan dengan air tersebut bebas dari bibit
penyakit yang sifatnya patogen dimana termasuk bakteri, protozoa, virus, cacing
dan janin serta bebas dari coliform tinja, dimana untuk air bersih jumlah total
coliform berdasarkan Permenkes No 416 tentang Syarat Kualitas Air Minum adalah 10 per 100 ml (untuk air perpipaan) dan 50 per 100
ml (untuk air bukan perpipaan) sedangkan berdasarkan
PP No 82 tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air, total bakeri coliform yang diperbolehkan yaitu
1000 per 100 ml air baku sumber air minum. Adanya mikroorganisme patogen dalam air yang
ditandai dengan nilai MPN Coliform yang melebihi NAB mengindikasikan bahwa air tersebut telah tercemar oleh
zat pencemar misalnya jika air mengandung E.coli
mengindikasikan bahwa air tersebut telah terkontaminasi dengan tinja (Faeces)
manusia. Tentunya hal ini dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan
manusia seperti penyakit disentri dan kolera. Aspek mikrobiologis merupakan salah satu syarat yang perlu
mendapat perhatian mengingat karena akibat pertumbuhan jumlah penduduk
dapat mempengaruhi kemungkinan sumber
air tercemar oleh berbagai bakteri patogen. Selain itu pada sumur gali, aspek
kontruksi yang tidak memenuhi syarat akan mempegaruhi kontaminasi sumber air
dengan bakteri patogen dan jika dimanfaatkan
akan memberi dampak terhadap kesehatan dengan meningkatkan jumlah kejadian
penyakit infeksi.
2.9.2 Konstruksi SGL
Salah satu unsur yang paling penting dalam kualitas air SGL adalah
kontruksi SGL yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Kontruksi yang
memenuhi syarat akan menghindarkan air dari pencemaran, baik pencemaran
organisme maupun pencemaran nonorganik. Kontruksi SGL yang digunakan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a)
Keadaan
sumur harus mencapai lapisan tanah.
b)
Dinding
sumur dibuat sampai lapisan tanah.
c)
Dinding
sumur harus kedap air sekurang-kurangnya 3 meter dalamnya dari permukaan
tanah.
d)
Bibir
sumur harus rapat air dan sekurang-kurangnya 70 cm tingginya dari
permukaan tanah sekeliling sumur.
e)
Lantai
sekitar sumur bagian luar harus kedap air dan
memiliki saluran pembuangan minimal 10 meter dari sumur.
f)
Lokasi
SGL dengan sumber pencemar minimal 10 meter.
2.10 Skema
Pola Pikir Variabel Penelitian
Berdasarkan dasar pemikiran variabel penelitian diatas, maka disusunlah pola pemikiran variabel yang
diteliti dalam bentuk bagan sebagai berikut :
konstruksi sumur galian
1.dinding
2.lantai kualitas bakteriologis Sumur Galian
3.bibir sumur' (MPN) Coliform
4.jarak
Definisi Operasional dan Kriteria
Objektif
1.
Kualitas Bakteriologis
Air SGL
Kualitas bakteorologis air menyangkut tentang keberadaan berbagai kuman
patogen dalam air yang membahayakan kesehatan
manusia dengan menggunakan standar
MPN coliform. Penentuan kadar MPN Coliform didasarkan
dari hasil pemeriksaan laboratorium pada sampel air SGL.
Kriteria objektif :
Memenuhi Syarat : Apabila hasil pemeriksaan sampel air SGL memiliki kandungan
bakteri patogen memenuhi standar kualitas bakteriologis air yang ditetapkan
dalam PP No 82 tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air, total bakeri coliform yang diperbolehkan
yaitu 1000 per 100 ml air baku sumber air minum.
Tidak
memenuhi syarat : jika tidak sesuai dengan kriteria di atas
2.
Konstruksi SGL
Konstruksi SGL adalah
keadaan tata letak dan konstruk bangunan SGL yang dapat mempengaruhi kualitas
air yang dihasilkan mencakup dinding, bibir, lantai dan jarak dari sumber
pencemaran.
a.
Dinding sumur
Dinding sumur adalah
bidang yang menjorok ke dalam tanah, terbuat dari bahan yang kedap air dan
berfungsi sebagai pencegah perembesan bahan pencemar dari permukaan tanah dan
sebagai penahan tanah supaya tidak longsor.
Kriteria objektif :
Memenuhi
syarat : Apabila bangunan dinding sumur gali terbuat
rapat air dengan ukuran minimal 3 meter dalamnya dari permukaan tanah sehingga
dapat mencegah perembesan bahan pencemar dari dalam tanah dan mencegah longsor
Tidak
memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria diatas
b.
Bibir sumur
Bibir sumur adalah
bidang yang menjulang ke atas permukaan
sumur gali dan berfungsi sebagai pelidung keselamatan bagi pemakai dan mencegah
limpasan air ke dalam sumur.
Kriteria objektif :
Memenuhi
syarat : Apabila bangunan bibir sumur terbuat rapat air
dengan tinggi minimal 80 cm dari permukaan lantai sumur yang diukur dengan alat
ukur panjang
Tidak
memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria diatas
c.
Lantai sumur
Lantai sumur gali
adalah bangunan disekeliling luar sumur yang terbuat kedap air, mudah
dibersihkan dan mencegah perembesan air ke dalam sumur dari permukaan tanah.
Kriteria
objektif :
Memenuhi
syarat : Apabila lantai sumur gali dibuat kedap air
dengan diameter minimal 1 meter dari dinding sumur dan tinggi minimal 20 cm
dari permukaan tanah.
Tidak
memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria diatas
d.
Jarak sumur dari sumber
pencemaran
Jarak adalah jauhnya
bangunan sumur dengan sumber pencemaran seperti jamban keluarga dan berbagai
sumber pencemaran yang diukur dengan satuan panjang dengan jarak minimal adalah
10 meter.
Kriteria objektif :
Memenuhi
syarat : Apabila bangunan sumur gali berjarak minimal 10
meter dari sumber pencemaran.
Tidak
memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria diatas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
konstruksi sumur gali dan kualitas bakteriologis air.
3.2
Lokasi Penelitian
Lokasi pada penelitian adalah di Perumahan IOM Desa Blang
Berandang Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten
Aceh Barat, Alasan pemilihan lokasi penelitian
adalah Komplek ini di huni oleh masyarakat beberapa desa bekas Tsunami yang
kemudian di relokasi ke desa tersebut, serta melihat kualitas air secara
sepintas sehingga tertarik untuk di lakukan penelitian.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Yang manjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua sumur gali yang ada
di komplek perumahan IOM sebanyak 10 Sumur buah SGL.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari sumur gali yang ada di Perumahan
IOM yaitu 10 Buah. Di karenakan tidak semua rumah memiliki sumur galian dimana
rata sumur di gunakan hampir 3-4 rumah untuk memenuhi kebutuhan, dalam
pengambilan sample peneliti populasi yang di bawah 100 maka harus di ambil
keseluruhan (Noto Admojo;1993)
3.4
Pengumpulan Data
3.4.1 Data
Primer
Data primer diperoleh
melalui hasil pemeriksaan atau pengukuran dilaboratorium
3.4.2. Data
Sekunder
Data sekunder diperoleh
dengan penelusuran instansi terkait dan bwawancara terhadap warga penguna sumur
galian di daerah tersebut serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian.
3.5
Pengolahan dan
Penyajian Data
Pengolahan data
penelitian dilaksanakan dengan menggunakan bantuan komputer dengan
langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut.
1.
Tahap editing dilakukan
dengan tujuan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar. Pada
tahap ini dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan jawaban dan jelas tidaknya
jawaban
2.
Pengkodean dimaksudkan
untuk menyingkat data yang diperoleh agar memudahkan dalam pengolahan dan
menganalisis data dengan memberikan kode dalam bentuk angka
3.
Pembuatan/pemindahan
hasil koding kuesioner ke daftar koding (master tabel)
Data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk
tabel disertai penjelasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar